Kamis, 12 Juni 2008

FAJAR, Jumat, 14 Oktober 2005

SOSIALISASI KEMUNAFIKAN
Das’ad Latif
Ketua Ikatan Da’i Muda Profesional Makassar

Setiap bulan Ramadan selalu diiringi, dengan munculnya fenomena dalam media massa yaitu seolah-olah Islam telah berhasil 'menguasai' media massa, terutama TV. Selama bulan Ramadhan, kalau kita menonton TV, terutama pagi sekitar waktu sahur dan subuh serta menjelang buka puasa, rasanya negara kita ini adalah negara yang dihuni oleh muslim semata.
Pada waktu-waktu tersebut, kaum muslim sangat dimanjakan dengan suguhan acara yang sangat religius. Beragam acara dikemas oleh media massa dalam nuansa islam seperti lagu, sinetron, komedi dan dakwah.
Bukan hanya itu, setiap stasiun TV bahkan berusaha mempertemu-kan pemirsa dengan ustad atau mubaliq siapa saja, segala artis, yang bisa jadi pemirsa belum mengenal mereka sebelumnya.
Satu hal yang sangat menarik untuk ditelaah lebih jauh yaitu acara yang menampilkan wawancara dan dialog interaktif dengan beberapa sosok artis atau selebritis seputar kehidupan mereka.
Acara ini menjadi istimewa karena menampilkan dan menyampaikan informasi tentang kehidupan seorang selebritis yang lain dari biasanya.
Jika selama ini (di luar Ramadhan) media massa menampilkan kehidupan mereka yang cenderung menyimpang dari norma agama seperti hura-hura, memamerkan atau mempertontonkan aurat serta memancing selera rendahan, glamour, perselingkuhan dan sejenisnya.
Memasuki bulan Ramadhan, media massa mengemas mereka ibarat mobil yang tadinya rongsokan direnovasi menjadi mobil yang menarik karena polesan.
Di bulan R.amadan media massa menampilkan mereka berubah seratus delapan puluh derajat. Jika tadinya mereka mempertontonkan selera rendahan, di bulan Ramadhan mereka tampil dengan busana muslim yang sangat mengugah. Jika selama in! hura-hura dengan mata yang dimiliki, kini mereka berubah menjadi penderma.
Mereka bahkan dengan polesan tata rias, tata cahaya, latar belakang panggung, pengambil gambar yang sangat tepat, diiringi dengan kemampuan akting yang sempurna, memberikan petuah-petuah agama layaknya ulama kharismatik yang sedang berdakwah di depan jamaah.
Melihat dan menyaksikan fenomena ini, bagaimana kita menanggapi dan menghayati ya ? Apakah kita bersyukur, bangga, merasa Ge Er atau kita merasa menang terhadap saudara kita yang kebetulan non muslim.
Fenomena ini tentu sangat dilematis. Di satu sisi ia memberikan kegembiraan tersendiri karena kita merasa satu lagi saudara kita yang mendapat keberkahan Ramadhan tapi di sisi lain, belajar dari tahun-tahu sebelumnya, ternyata kita banyak ditipu oleh kesalehan artis.
Kita merasa ditipu, karena setelah Ramadhan mereka kembali mempertontonkan sesuatu yang tidak selayaknya dilakukan oleh orang yang beragama Islam, semisal, mempertontonkan hampir seluruh tubuhnya di depan umum.
Jika pelaku itu diperankan dalam sebuah drama, mungkin ada yang masih memakluminya dengan pertimbangan mungkin tuntutan skenario.
Tapi di luar acara itu (acara kuis, pentas musik, kabar-kabari) tentu kita bingung dan merasa sangat sulit untuk menerimanya, dan mungkin juga muncul prasangka negatif jangan-jangan mereka menjadikan agama hanya sebagai lipstick. Semoga saja tidak demikian.
Fenomena ini (Ramadhan mereka alim setelah Ramadan mereka menyimpang lagi) memaksa kita untuk berasumsi bahwa media massa telah memperkenalk;an mensosialisasikan kepada khalayak sebuah sifat dan perilaku yang sangat berbahaya yaitu "Budaya Munafik" yang diperkenalkan, dan disosialisasikan oleh media massa tentu efeknya sangat jauh lebih berbahaya daripada yang diperkenalkan dalma pergaulan sehari-hari, karena media massa, terutama TV, jangkauannya sangat luas dan hampir dapat menerpa seluruh lapisan masyarakat.
Apapun pembelaan yang dikemukakan, sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa selayaknya dan mungkin tidak berlebihan apabila kita prihatin jika media massa terus menerus melakukan penyesuaian. Hal ini karena bagaimanapun media massa sangat berpengaruh besar dalam memberikan pendidikan tertentu kepada khalayak.
Menurut "Social Learning Theory" yang ditampilkan oleh Albert Mandura, menyatakan bahwa media massa dapat menjadi agen dalam memberikan pendidikan dan agen sosialisasi kepada khalayak.
Menurutnya, titik permulaan dari proses belajar adalah peristiwa yang bisa diamati, baik langsung maupun tidak langsung, oleh seseorang. Peristiwa tersebut mungkin terjadi pada kegiatan si orang itu sehari-hari, dapat pula disajikan secara langsung oleh TV, dan media massa lainnya.
Peristiwa itu bisa merupakan menunjukkan suatu perilaku nyata atau ilustrasl pola pikir (abstract modeling). Perilaku nyata dipelajari dari observasi perilaku tersebut, sedangkan sikap, nilai, pertimbangan moral, dan persepsi terhadap kenyataan sosial dipelajari melalui abstract modeling tadi.
Masih menurut Mandura, dalam belajar secara sosial, ada empat langkah yang dilalui. Pertama adalah perhatian terhadap suatu peristiwa. Jelas bahwa kita tidak dapat belajar dari suatu peristiwa kecuali kalau kita menaruh perhatian kepadanya.
Dikaitkan dengan acara Ramadhan yang menampilkan selebritis, disini jelas khalayak menaruh perhatian pada acara tersebut karena menampilkan artis yang telah menjadi idola khalayak. Sesuatu yang menjadi idola, pastilah menarik -perhatian kita. Dengan demikian, media massa secara tidak langsung telah memperlihatkan perilaku munafik dari artis yang diidolakan sehingga sebagai fans, khalayak tentu sangat menaruh perhatian terhadap perilaku tersebut.
Pada tahap ini, kemampuan seseorang dalam proses informasi, umur, intelegensi, daya persepsi, dan taraf emosional ikut pula menentukan perhatian khalayak.
Langkah kedua, yakni proses retensi, peristiwa yang menarik perhatian dimasukkan ke dalam benak dalam bentuk lambang secara verbal atau imaginal sehingga menjadi ingatan.
Budaya munafik yang dipertontonkan media massa yang telah menarik perhatian sehingga langkah selanjutnya dapat menguasai memori khalayak, terutama bagi mereka yang terlalu ngefans terhadap sosok artis tertentu.
Pada langkah ketiga, motor reproduction process, hasil ingatan tadi akan meningkat menjadi bentuk perilaku.
Kemampuan kognitif dan kemampuan motorik pada, pada langkah ini berperan penting. Jika pada kedua khalayak telah menyimpan dalam memori mereka tentang perilaku munafik dari para idolanya, maka tahap ketiga khalayak merasa bahwa munafik itu sudah menjadi budaya populer sehingga bisa jadi mereka ikut pula mempopulerkan perilaku tersebut.
Langkah ke empat, motivational process, menunjukkan bahwa perilaku akan berwujud apabila terdapat nilai peneguh.
Peneguh dapat berbentuk ganjaran eksternal, pengamatan yang menunjukkan bahwa bagi orang lain ganjaran disebabkan perilaku yang sama, serta ganjaran internal, misalnya rasa puas diri. Pada tahap ini khalayak yang ngefans pada artis tertentu memiliki kepuasan tersendiri jika telah berhasil mengikuti perilaku idolanya meskipun perilaku tersebut bertentangan dengan agama.
Hal ini ternyata menggejala di sekitar kita “mengapa anda berpakaian seperti ini ?, jawabnya; Khan lagi ngetrend di teve”.
Terlepas dari itu semua, salah satu langkah terbaik yang bisa dilakukan sekarang adalah berdoa semoga mereka yang terlibat dalam acara Ramadhan dan artis yang memerankan tokoh orang soleh di bulan Ramadhan ini dibukakan pintu pikiran dan hatinya untuk tetap berperan sebagai agen dalam menyebarkan ajaran agama Islam setelah Ramadhan, sehingga kita semua betul-betul menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar: